Senin, November 22, 2010

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS


HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
HNP adalah suatu keadaan di mana sebagian atau seluruh nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam kanalis spinalis.
Nukleus pulposus adalah gel viskus yang terdiri dari proteoglikan yang mengandung kadar air yang tinggi. Nukleus pulposus memiliki fungsi menahan beban sekaligus sebagai bantalan. Dengan bertambahnya usia kemampuan nukleus pulposus menahan air sangat berkurang sehingga diskus mengerut, terjadi penurunan vaskularisasi sehingga diskus menjadi kurang elastis. Pada diskus yang sehat, nukleus pulposus akan mendistribusikan beban secara merata ke segala arah, namun nukleus pulposus yang mengerut akan mendistribusikan beban secara asimetris, akibatnya dapat terjadi cedera atau robekan pada anulus.
Manifestasi klinik HNP adalah sebagai berikut:
  • Ischialgia. Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke bawah lutut.
Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus sampai ke tungkai.
  • Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal.
  • Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR).
  • Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
  • Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat, membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal.
  • Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang sehat.
Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan NPB dan nyeri yang dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:
  1. Tes laseque
  2. Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
  3. Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
  4. Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
  5. Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP. Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.
Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.
Penatalaksanaan HNP
Penatalaksanaan NPB diberikan untuk meredakan gejala akut dan mengatasi etiologi. Pada kasus HNP, terapi dibagi berdasarkan terapi konservatif dan bedah.
Terapi konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang membutuhkan pembedahan.
Terapi konservatif untuk NPB, termasuk NPB akibat HNP meliputi:
  1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
  1. Medikamentosa
    1. Analgetik dan NSAID
    2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
    3. Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan
    4. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
    5. Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
Terapi fisik
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.
Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.
Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral tidak sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan “kencang”.
Latihan untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari posisi terlentang. Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung teregang, dilakukan fleksi bertahap punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai rentang maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2 kali sehari.
Latihan penguatan
Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang dari posisi berbaring.
Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).
Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan pada lantai dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan ini untuk meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga punggung menekan dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.
Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena otot hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke depan dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri.
Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki, kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini dilakukan 10 kali.
Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut, meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.
Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
  • Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
  • Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk membantu posisi berdiri.
  • Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser posisi panggul.
  • Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
  • Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
  • Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
  • Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung saat bangkit.
Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara teratur maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak 20-40% dibandingkan saat NPB akut.
Terapi operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi pada saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa: 10
  • Defisit neurologik memburuk.
  • Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
  • Paresis otot tungkai bawah.

Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk mengurangi tekanan terhadap nervus. Laminectomy dapat dilakukan sebagai dekompresi.
Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat.
Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada daerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tapi kasusnya jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.
Menjebolnya (hernia)nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis. Menjebolnya sebagian dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan kelainan mendasari “low back pain”sub kronik atau kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia atau siatika
II.  DEFINISI
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI)adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protrusi diskus ) atau nucleus pulposus yang terlepas sebagian tersendiri di dalam kanalis vertebralis (rupture discus).
III. EPIDEMIOLOGI
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun.
IV. INSIDENS
- Hernia Iumbo Sakral lebih dari 90 %
-     Hernia Sercikal 5-10 % .
V.   ETIOPATO FISIOLOGI
Nukleus pulposus terdiri dari jaringan penyambung longgar dan sel-sel kartilago yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Nukleus pulposus bergerak, cairan menjadi padat dan rata serta melebar dibawah tekanan dan menggelembungkan annulus fibrosus.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteri radikulasi berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi bila penjebolan di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya di tengah, maka tidak ada radiks yang terkena.
Salah satu akibat dari trauma sedang yang berulangkali mengenai diskus intervertebrais adalah terobeknya annulus fibrosus. Pada tahap awal, robeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial, karena gaya traumatik yang berkali-kali, berikutnya robekan itu menjadi lebih besar dan disamping itu timbul sobekan radikal. Kalau hal ini sudah terjadi, maka soal menjebolnya nukleus pulposus adalah soal waktu dan trauma berikutnya saja.
V.1 Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan/dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi “extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
V.2 Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
V.3 Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thoracal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
VI. GAMBARAN KLINIK
VI.1 Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
Syndrom Perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1.      Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2.      Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3.      Kombinasi paresthesiasi,  lemah, dan kelemahan refleks

Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
1.   Cara Kamp. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
2.   Tess Naffziger. Penekanan pada vena jugularis bilateral.
3.   Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers dan Bragard yang positif.
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.
VI. 2 Hernia servicalis
-     Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
-     Atrofi di daerah biceps dan triceps
-     Refleks biceps yang menurun atau menghilang
-     Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
VI.3 Hernia thorakalis
-     Nyeri radikal
-     Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis
-     Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
VII.     GAMBARAN RADIOLOGIS
Dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan intervertebral, “spur formation” dan perkapuran dalam diskus
Bila gambaran radiologik tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan punksi lumbal yang biasanya menunjukkan protein yang meningkat tapi masih dibawah 100 mg %.
VIII.    DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, gambaran klinis dan gambaran radiologis. Ada adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan berualangkali, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
Diagnosa pada hernia intervertebral , kebocoran lumbal dapat ditemukan secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan perkembangan cepat dengan penanganan konservatif dan ketika tanda-tanda menghilang, testnya tidak dibutuhkan lagi. Myelografi merupakan penilaian yang baik dalam menentukan suatu lokalisasi yang akurat yang akurat.
IX. DIAGNOSIS BANDING
1    Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
2.   Arthiritis
3.   Anomali colum spinal.
X.   PENATALAKSANAAN
X.1    Hernia Lumbosacralis
Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan dibawahnya. Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur dinaikkan 10 Kg. pada hernia ini dapat diberikan analgetik salisilat
X.2    Hernia Servicalis
Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson, berat beban mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. tempat tidur dibagian kepala harus ditinggikan supaya traksi lebih efektif.
Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah yang rekuren. Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.
XI. PROGNOSIS
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal.
Kelemahan fungsi motorik  dapat menyebabkan atrofy otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit


Minggu, November 21, 2010

Spondilitis tbc


Spondilitis tbc ialah suatu osteomielitis kronik tulang belakang yang disebabkan oleh kuman tbc. Infeksi umumnya mulai dari korpus vertebra lalu ke diskus intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya. Daerah yang paling sering terkena, berturut-turut ialah daerah torakal terutama bagian bawah, daerah lumbal dan servikal 1 – 4 . Akibat perkejuan akan terbentuk  abses yang dapat meluas ke sekitamya dan mencari jalan ke luar. Paling sering mengikuti fasia otot psoas, berkumpul dalam fosa iliaka sampai terjadi fistel kulit. Abses di daerah servikal akan menyebar sebagalabses retrofaringeal 1,5Makalah melaporkan satu kasus spondilitis tbc dengan abses retrofaringeal, lokasi abses dingin yang paling jarang dibanding dengan lokasi yang lain
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini.Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882,sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas().Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering
terkena dibandingkan anak-anak.
2.   Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang  yang telah disajikan di atas, maka penyusun dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Apaka yang dimaksud dengan Spondilitis tuberkulosa?
b.      Bagaimana mekanisme dan penyebab terjadinya Spondilitis tuberkulosa?
c.       Apa  diagnosis Spondilitis tuberkulosa,manifestasi dan penatalaksanaannya?
d.      Apa saja gejala klinis Spondilitis tuberkulosa?
e.       Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dari Spondilitis tuberkulosa?
f.       Bagaimana cara penatalaksanannya?

3.   Tujuan
Pembuatan laporan ini bertujuan untuk:
a.       Mampu menjelaskan tentang mekanisme seseorang terkena Spondilitis tuberkulosa dan mengetahui gejala klinis dari Spondilitis tuberkulosa
b.      Mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dari Spondilitis tuberkulosa dan  cara penatalaksanannya.

4.   Manfat
Dengan adanya pembuatan laporan yang berjudul “tuberculous vertebral osteomyelitis Manfaat yang dapat penyusun rasakan saat adalah:
a.       Mendapat ilmu baru yang berkaitan dengan Spondilitis tuberkulosa
b.      Menambah iman dan taqwa pada Allah Azza wa Jalla
c.       Menambah rasa bakti penyusun pada orang tua .















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
2.ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Namun, Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis dan bila diminum akan menyebabkan tuberkulosis usus. Basil tipe human berada dalam bercak ludah (droplet) orang yang terinfeksi tuberkulosis.
3.. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama
6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-
anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di
sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia
dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.
Penyebaran basil ke vertebra menyebabkan spondilitis yang mengenai korpus vertebra. Spondilitis tuberkulosis ditandai dengan destruksi progresif yang lambat pada bagian anterior corpus vertebra disertai osteoporosis regional. Spondilitis korpus vertebra ini dibagi menjadi 3 bentuk:
  1. bentuk sentral dengan destruksi awal pada sentral korpus vertebra yang dekat dengan lempeng subkondral (biasanya ditemukan pada anak-anak)
  2. bentuk paradiskus terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebralis (biasanya ditemukan pada orang dewasa)
  3. bentuk anterior dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior yang merupakan perjalanan per kontinuitatum dari vertebra di atasnya
Proses infeksi kadang disertai pembentukan banyak cairan yang nantinya mengalami nekrosis. Nekrosis ini bisa menghasilkan massa seperti keju (limfadenitis kaseosa) yang mencegah pembentukan tulang dan membuat tulang menjadi avaskuler sehingga timbul tuberculous sequstra. Jaringan granulasi tuberkulosis masuk ke dalam korteks korpus vertebra membentuk abses paravertebra yang meluas hingga ke beberapa vertebra, ke atas, ke bawah, ligamen longitudinal anterior dan posterior.
Sering juga terjadi fistel tunggal atau multiple di kulit dari limfadenitis tuberkulosis di leher atau di lipat paha. Bila spondilitis sudah mengenai vertebra torakal atau lumbal maka nanahnya akan dikeluarkan melalui fasia otot psoas yang merupakan locus minoris resistance sehingga terbentuk abses psoas. Abses ini dapat turun ke region inguinal dan teraba sebagai benjolan. Abses yang terbentuk merupakan abses dingin tanpa disertai tanda-tanda radang.
Abses juga dapat berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga menekan medulla spinalis dan mengakibatkan Pott’s paraplegia. Gejala awal paraplegia dimulai dengan kaki terasa kaku, lemah atau penurunan koordinasi tungkai. Proses ini dimulai dari penurunan daya kontraksi otot tungkai dan peningkatan tonusnya sehingga terjadi spasme otot fleksor dan akhirnya terjadi kontraktur.
Paraplegia kebanyakan ditemukan di daerah torakal, bukan lumbal karena kanalis lumbalis agak longgar dan kauda equine tidak mudah tertekan. Diskus intervertebralis yang avaskuler resisten terhadap infeksi tuberkulosis, namun diskus di sekitarnya menyempit karena dehidrasi bahkan dapat dirusak oleh jaringan granulasi tuberkulosis. Destruksi progresif bagian anterior korpus vertebra menyebabkan kolapsnya bagian tersebut sehingga terjadi kifosis.
4.GEJALA KLINIS
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.(1,5)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral.
Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.(1)
Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.
Secara umun Gejala klinis yang timbul berupa:
  • nyeri pinggang atau punggung
  • nyeri tekan lokal disertai spasme otot
  • abses paravertebra dan abses psoas yang merupakan abses dingin
  • gibbus bila ada kompresi vertebra
  • parestesi dan kelemahan pada ekstremitas inferior
5.PEMERIKSAAN PENCITRAAN
Pada pemeriksaan roentgen ditemukan lesi osteolitik pada pars anterior korpus vertebra, osteoporosis regional dan penyempitan diskus intervertebralis akibat destruksi korpus vertebra yang mengenai diskus sehingga diskus iskemi dan menjadi nekrosis pada stadium awal, sementara pada stadium lanjut ditemukan destruksi pars anterior korpus vertebra yang menyebar ke vertebra dan gambaran bayangan otot psoas yang melebar karena adanya abses psoas ataupun bayangan paravertebra karena terbentuknya abses paravertebra. Pada CT Scan dan MRI, gambaran di atas akan tampak lebih jelas.
6.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
  • Tes tuberculin positif.
  • LED meningkat.
  • Pemeriksaan sedimen meningkat.
7.DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinik, pemeriksaan pencitraan dan aspirasi pus abses paravertebra, yaitu ditemukannya basil tuberkulosis.
Klinis
Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa
v Nyeri punggung yang terlokalisir
v Bengkak pada daerah paravertebral
v Tanda dan gejala sistemik dari TB
v Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia
Pemeriksaan Laboratorium
v Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis
v Uji Mantoux positif
v Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium
v Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
v Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
v Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati ,karena jarum dapat menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku.
Pemeriksaan Radiologis
v Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru.
v Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird’s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis.
v Pemeriksaan CT scan
- CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
- Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak.
Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih)
v Pemeriksaan MRI
- Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang.
- Menunjukkan adanya penekanan saraf.
8.PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan terhadap tuberkulosis pada vertebra ini adalah untuk menghilangkan kuman penyebab, mencegah deformitas dan komplikasi berupa paraplegi.
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :(1)
1. Terapi konservatif berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
d. Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
- Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
- Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
v Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
v Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
v Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
v Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
v Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikalOsteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang