Minggu, November 21, 2010

Artritis Reumatoid (AR)


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini, etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982)
2.   Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang  yang telah disajikan di atas, maka penyusun dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Apaka yang dimaksud dengan Artritis Reumatoid?
b.      Bagaimana mekanisme dan penyebab terjadinya Artritis Reumatoid?
c.       Apa  diagnosis Artritis Reumatoid,manifestasi dan penatalaksanaannya?
d.      Apa saja gejala klinis Artritis Reumatoid?
e.       Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dari Artritis Reumatoid?
f.       Bagaimana cara penatalaksanannya?

3.   Tujuan
Pembuatan laporan ini bertujuan untuk:
1. definisi penyakit Rheumatoid Artritis
2. etiologi penyakit Rheumatoid Artritis
3. manifestasi klinik Rheumatoid Artritis
4. patofisiologi penyakit Rheumatoid Artritis
5. komplikasi penyakit Rheumatoid Artritis
6. pemeriksaan diagnostik penyakit Rheumatoid Artritis
7. penatalaksanaan penyakit Rheumatoid Artritis
4.   Manfat
Dengan adanya pembuatan laporan yang berjudul “Artritis Reumatoid (AR)Manfaat yang dapat penyusun rasakan saat adalah:
a.       Mendapat ilmu baru yang berkaitan dengan Artritis Reumatoid (AR)
b.      Menambah iman dan taqwa pada Allah Azza wa Jalla
c.       Menambah rasa bakti penyusun pada orang tua .






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep dasar Rheumatoid Artritis
A. PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 )
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderit
C. MANIFESTASI KLINIS
Pola karakteristik dari persendian yang terkena
  1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
  2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
  3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
  4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
  5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular
  1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
  2. Fenomena Raynaud.
  3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa:
1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.
D.KRITERIA DIAGNOSTIK DAN KLASIFIKASI ARTRITIS REUMATOID

Tabe1 1. 1987 Revised ARA. Criteria for Rheumatoid Arthritis

1)Kaku pagi hari
2)Nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling sedikit pada satu sendi yang diamati oleh pemeriksa.
3)Pembengkakan yang disebabkan karena penebalan jaringan lunak atau cairan (bukan pembesaran tulang) paling sedikit pada satu sendi yang diamati oleh pemeriksa.
4)Pembengkakan pada paling sedikit satu sendi lain yang diamati oleh pemeriksa dan masa bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga bulan.
5)Pembcngkakan sendi yang simetris (diamati oleh pemeriksa) dan terkenanya sendi yang sama pada kedua sisi yang timbulnya bersamaan. Bila yang terkena sendi proximal inter falangeal bilateral, metakarpofalangeal metatarsofalangeal bilateral, simetris mutlak tidak diperlukan. Sendi distal interfalangeal tidak termasuk dalam kriteria.
6)Nodul subkutan (diamati oleh pemeriksa) pada tonjolan-tonjolan tulang, permukaan extensor atau pada daerah juxta artikuler.
7)Pemeriksaan radiologi menunjukkan perubahan khas dari artritis reumatoid. Harus didapati dekalsifikasi pada atau dekat dengan sendi yang terkena, tidak hanya perubahan degenerasi.Perubahan-perubahan degenerasi tidak menyingkirkan adanya artritis reumatoid.
8)Test aglutinasi faktor reumatoid positif.
9)Bekuan mucin yang buruk pada cairan sinovia (dengan gumpalan seperti awan). Adanya inflamasi cairan sinovia disertai dengan 2000 sel darah putih/mm3 atau lebih tanpa kristal, dapat dimasukkan dalam kriteria ini.
10)Perubahan histologi yang khas pada sinovia dengan tiga atau lebih tanda berikut ini: sedikit hipertrofi villus, proliferasi sel permukaan sinovial, sering disertai palisading, sedikit infiltrasi sel inflamasi kronik (limfosit atau sel plasma) dengan kecenderungan terbentuknya lymphoid nodules; terlepasnya fibrin pada permukaan atau interstitial; nekrosis sentral.
11)Perubahan histologi yang khas pada nodul menunjukkan fokus granulomatous dengan nekrosis scntral, dikelilingi olch suatu palisade yang terdiri dari proliferasi mononuklear, fibrosis perifer dan infiltrasi sel inflamasi kronis

E.Laboratorium dan pemeriksaan radiologi
  (Ab IgM anti-IgG) pada 85% pasien RA, namun juga terlihat pada 3%RF populasi sehat dan karena itu menjadi tidak spesifik; kadarnya hanya berhubungan secara kurang bermakna dengan aktivitas penyakit kadar komplemen selama masa penyakit aktif¯ globulin dan ­ ESR dan CRP; ­
• Anemia karena penyakit kronis
 erosi, deformitas dan “dekalsifikasi” tulang
®• Radiografi tangan dan pergelangan tangan  juksta-artikular
F. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
G. Konsep Pengobatan AR
Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pada penderita AR ditujukan untuk:
  1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
  2. Mencegah terjadinya destruksi jaringan
  3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik.
  4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persen dian yang terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.
MODALITAS TERAPI
Sebagai penunjang maka terapi lain diberikan berupa:
a.       Terapi panas
b.      Terapi dingin
c.       Terapi listrik
d.      Terapi air
e.       Terapi laser
f.       Pemakaian terapi panas untuk mengurangi nyeri pada artritis telah lama dikenal. Panas akan mengurangi nyeri; mengurangi spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon. Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat aktivitas kolagenase di dalam sinovium. Dinginjuga mengurangi spasme otot

g.       Terapi listrik TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) digunakan untuk mengurangi nyeri melalul kerjanya menaikkan ambang rangsang nyeri.Air sebagai terapi digunakan terutama dalam memberikan latihan. Daya apung air akan membuat nngan bagian atau ekstremitas yang direndam sehingga sendi lebih muda digerakkan.Selain itu, suhu air yang hangat membantu mengurangi rasa nyeri.
Penggunaan OAINS dalam Pengobatan AR
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik.
OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
o        Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal
o        Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
o        Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
o        Menghambat proliferasi seluler
o        Menetralisasi radikal oksigen
o        Menekan rasa nyeri
Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
Klorokuin
Klorokuin merupakan DMARD yang paling banyak digunakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena klorokuin sangat mudah didapat dengan biaya yang amat terjangkau sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah Indonesia dalam hal eradikasi penyakit malaria.
Toksisitas klorokuin sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Klorokuin dapat digunakan dengan aman jika dilakukan pemantauan yang baik selama penggunaannya dalam jangka waktu yang panjang. Efek samping pada mata, sebenarnya hanya terjadi pada sebagian kecil penderita saja. Mackenzie and Scherbel, pada penelitiannya telah dapat menunjukkan bahwa toksisitas klorokuin pada retina hanya bergantung pada dosis harian saja dan bukan dosis kumulatifnya. Dosis antimalaria yang dianjurkan untuk pengobatan AR adalah klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini jarang sekali terjadi komplikasi penurunan ketajaman penglihatan.
Sulfazalazine
Sulfasalazine (SASP,salicyl-azo-sulfapyridine) diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Nana Svartz di Swedia pada sekitar tahun 1930. Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.


















BAB III
PEMBAHASAN

Didapatkan data dalam scenario:
Pemeriksaan fisik: terdapat deformitas antara dextra dan sinistra semetris
Pemeriksaan penunjang :pemeriksaan darah,pemeriksaan cairan sendi,rontgen
Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan kerusakan rawan sendi dan tulang di sekitarnya.Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris.dan dipagi harinya terdapat morning stiffeness yang lebih dari satu jam yang dirasakan selama 4 bulan dari morning stiffness sudah kita ketahui bahwa ibu sariyem menderita RA tetapi tidak hanya dari morning stiffness saja yang kita lihat karena harus ada 4 dari tanda-tanda suatu RA dan lamanya harus lebih dari 6 minggu.
1.Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari
 2.Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan
 3.Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan
 4.Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi pergelangan tangan

 Pada pagi hari terjadi kumat-kumatan pada ibu sariyem itu terjadi karena synovial ,nyeri sendi pada pagi hari lebih dari 1 jam karena tidur terlalu lam sehingga cairan synovial tidak terjadi pergerakan.
PENANDA RA YANG TERDAHULU
Rheumatoid Factor (RF) merupakan antibodi yang sering digunakan dalam diagnosis RA dan sekitar 75% individu yang mengalami RA juga memiliki nilai RF yang positif. Kelemahan RF antara lain karena nilai RF positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya, infeksi kronik, dan bahkan terdapat pada 3-5% populasi sehat (terutama individu usia lanjut).
Oleh karena itu, adanya penanda spesifik dan sensitif yang timbul pada awal penyakit sangat dibutuhkan. Anti-cyclic citrullinated antibody (anti-CCP antibodi) merupakan penanda baru yang berguna dalam diagnosis RA. Walaupun memiliki keterbatasan, RF tetap banyak digunakan sebagai penanda RA dan penggunaan RF bersama-sama anti-CCP antibodi sangat berguna dalam diagnosis RA.
Perbandingan antara RA dan Osteoartis
KRITERIA DIAGNOSTIK DAN KLASIFIKASI ARTRITIS REUMATOID
A. Kriteria Diagnostik (1958)
1)Kaku pagi hari
2)Nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling sedikit pada satu sendi yang diamati oleh pemeriksa.
3)Pembengkakan yang disebabkan karena penebalan jaringan lunak atau cairan (bukan pembesaran tulang) paling sedikit pada satu sendi yang diamati oleh pemeriksa.
4)Pembengkakan pada paling sedikit satu sendi lain yang diamati oleh pemeriksa dan masa bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga bulan.
5)Pembengkakan sendi yang simetris (diamati oleh pemeriksa) dan terkenanya sendi yang sama pada kedua sisi yang timbulnya bersamaan. Bila yang terkena sendi proximal interfalangeal bilateral, metakarpofalangeal metatarsofalangeal bilateral, simetris mutlak tidak diperlukan. Sendi distal interfalangeal tidak termasuk dalam kriteria.
6)Nodul subkutan (diamati oleh pemeriksa) pada tonjolan-tonjolan tulang, permukaan extensor atau pada daerah juxta-artikuler

B.Kriteria Diagnostik Osteoartritis
1.      Pertumbuhan tulang (nodus Herbeden) sering terjadi pada sendi di ujung jari tangan.2
2.      Pada beberapa sendi (misalnya sendi lutut), ligamen (yang mengelilingi dan menyokong sendi) teregang sehingga sendi menjadi tidak stabil. Menyentuh atau menggerakkan sendi ini bisa menyebabkan nyeri yang hebat.
3.      Sendi panggul menjadi kaku dan kehilangan daya geraknya sehingga menggerakkan sendi panggul juga menimbulkan nyeri.
4.      Osteoartritis sering terjadi pada tulang belakang. Gejala utamanya adalah nyeri punggung. Biasanya kerusakan sendi di tulang belakang hanya menyebabkan nyeri dan kekakuan yang sifatnya ringan.
5.      Osteoartritis pada leher atau punggung sebelah bawah bisa menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri dan kelemahan pada lengan atau tungkai, jika pertumbuhan tulang berlebih menekan persarafannya.
6.      Kadang pembuluh darah yang menuju ke otak bagian belakang tertekan, sehingga timbul gangguan penglihatan, vertigo, mual dan muntah.
7.      Pertumbuhan tulang juga bisa menekan kerongkongan dan menyebabkan kesulitan menelan.
























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


DEFINISI
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnostik AR disusun untuk pertama kalinya oleh suatu komite khusus dari American Rheumatism Association (ARA) pada tahun 1956. Karena kriteria tersebut dianggap tidak spesifik dan terlalu rumit untuk digunakan dalam klinik, komite tersebut melakukan peninjauan kembali terhadap kriteria klasifikasi AR tersebut pada tahun 1958.
Dengan menggabungkan variabel yang paling sensitif dan spesifik pada 262 penderita AR dan 262 penderita kontrol, pada 1987 ARA berhasil dilakukan revisi susunan kriteria klasifikasi reumatoid artritis dalam format tradisional yang baru. Susunan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1987 Revised A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis
  1. Kaku pagi hari
  2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih
  3. Artritis pada persendian tangan
  4. Artritis simetris
  5. Nodul reumatoid
  6. Faktor reumatoid serum positif
  7. Perubahan gambaran radiologis
Penderita dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang kurangnya kriteria 1 sampai 4 yang diderita sekurang kurangnya 6 minggu.
Laboratorium dan pemeriksaan radiologi
  (Ab IgM anti-IgG) pada 85% pasien RA, namun juga terlihat pada 3%RF populasi sehat dan karena itu menjadi tidak spesifik; kadarnya hanya berhubungan secara kurang bermakna dengan aktivitas penyakitkadar komplemen selama masa penyakit aktif¯ globulin dan ­ ESR dan CRP;
• Anemia karena penyakit kronis
 erosi, deformitas dan “dekalsifikasi” tulang
®• Radiografi tangan dan pergelangan tangan  juksta-artikular
SARAN
Edukasi merupakan hal yang penting bagi penderita terutama tentang perjalanan penyakit dan kemungkinan dampaknya terhadap gaya hidup, pekerjaan serta aktivitas santai penderita.
Untuk proteksi atau pemeliharaan sendi (Joint Protection) dikenal 12 prinsip sebagai berikut:
1) Memakai sendi yang terkuat atau terbesar untuk melakukan tugas.
2) Membagi beban pada beberapa sendi.
3) Gunakan setiap sendi pada posisi yang paling stabil dan fungsional.
4) Gunakan mekanisme tubuh yang baik.
5) Kurangi tenaga yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan.
6) Hindari terlalu lama mempertahankan posisi sendi yang sama.
7) Usahakan gerakan sendi penuh dan lengkap dalam aktivitas sehari-hari.
8) Hindari posisi dan aktivitas sendi.
9) Organisasikan pekerjaan.
10) Seimbangkan pekerjaan dan istirahat.
11) Gunakan penyimpanan yang efisien.
12) Hilangkan tugas yang tidak penting




BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1.      American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Clinical Guidelines Guidelines for the Management of Rheumatoid Arthritis.
2.      Arthritis Rheum 1996; 19 (5) : 713-22
3.      Bensen WG, Bensen W. Therapy of Rheumatoid Arthritis : A Clinician’s Perspective. Triangle 28 1989 ; (1/2) : 35-42.
4.      Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
5.      Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.
6.      Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
7.      Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
8.      Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
9.      Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Tidak ada komentar: